Postingan

Bapak, pria paling tampan dengan hati paling baik yang pernah kutemui. Pria pertama yang membuatku jatuh hati. Sosok yang tidak pernah sekalipun mengeluh di depan putra-putrinya, meskipun aku tau beliau menanggung beban yang luar biasa beratnya. Sosok yang selalu bangun di penghujung sepertiga malam untuk menunaikan shalat tahajud dan menyebut namaku dalam doa-doa panjangnya. Bapak pernah berkata, "Jika ada laki-laki yang menyakitimu, ingatlah, bahwa Bapak tidak akan pernah menyakitimu. Jika Bapak sudah tidak ada di dunia ini lagi, Bapak percaya, kamu gadis tangguh yang mampu melewati segala lika-liku perjalanan hidup ini seorang diri." Air mataku mengalir, deras, dan tak terkendalikan. Saat ini, jika Bapak melihatku dari surga, aku ingin memberitahu padanya, bahwa keadaanku sedang tidak baik-baik saja. Namun aku selalu percaya, Bapak selalu menemaniku disini, menyertai langkahku disaat orang lain meninggalkanku, memelukku ketika aku rapuh dan terjatuh. ❤

Teruntuk kamu, kekasihku.

Gambar
Dulu, aku tak pernah berharap dirimu untuk menetap. Aku hanya menganggapmu tempat persinggahan sesaat ketika lukaku masih basah oleh dia yang telah enyah. Hadirmu, kuanggap sebagai penghibur semata, sampai tiba di suatu titik aku benar-benar merasa kau begitu istimewa. Kau kian merasuk memenuhi ruang otakku, menyelinap dalam setiap jengkal nafasku, dalam setiap denyut nadiku. Hadirmu bukan lagi kuanggap sebagai penghibur semata, namun lebih dari itu―kau mampu menjadi pelengkapku, menjadi penerang saat hatiku tengah suram, menjadi pelangi setelah hujan badai menyelimuti. Aku berterima kasih padamu, kekasihku. Telah mencintaiku tanpa ku pinta, telah menerimaku apa adanya. Sungguh, kau harus tahu, aku bukanlah gadis rupawan seperti teman-temanmu kebanyakan, pun bukan gadis terlahir kaya bergelimang harta. Aku hanyalah gadis sederhana yang hanya mampu mencintaimu secara sederhana pula. Aku hanyalah gadis pendiam yang hanya berani mengungkapkan perasaan lewat tulisan. Ya,

Malaikat Juga Tahu

Gambar
S epuluh tahun silam, ketika hari mulai memasuki senja dan aku masih termenung di dalam bus kota. Masih mengenakan seragam sekolah yang teramat lusuh sembari mengamati jalanan yang riuh bergemuruh. Jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 17.15, adzan maghrib sebentar lagi berkumandang. Tiba-tiba seorang pengamen muda memasuki bus sembari membawa sebuah gitar, berhenti tepat di samping tempat dudukku, lantas mulai menyanyikan satu lagu yang belum pernah ku dengarkan sebelumnya. Pandanganku masih tertuju pada suasana jalan raya yang di penuhi oleh para pekerja hendak pulang ke rumah selepas mencari nafkah. Beberapa detik kemudian, petikan gitar mulai mengalun, suara sang pengamen mulai terdengar, melantunkan lagu dengan lirik yang tak biasa namun mempunyai makna yang sungguh luar biasa; Malaikat Juga Tahu. Benakku hanyut, seketika terlintas keadaan Bapak yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit , dilengkapi selang infus beserta M

Kenanglah aku

Gambar
Bagaimana kabarmu? Sedang apa kamu sekarang? Apakah kamu sudah menikah? Dimana kamu sekarang? Apakah kamu masih mengingatku? Apakah kamu pernah berkeinginan untuk mencariku, untuk menghubungiku? Apakah kamu sudah bahagia dengan kehidupanmu sekarang? Apakah... Tadi sore, ketika aku sedang berada di dalam bus kota menuju kampung halaman, seorang pengamen muda tiba-tiba menarik perhatianku, bukan karena suaranya, bukan karena parasnya, melainkan lagunya. Ya, lagunya. Lagu itu seketika mengingatkanku pada sebuah kenangan lima tahun silam, ingatanku berjalan mundur, membawaku pada hari terakhir kau memutuskan untuk mengakhiri segalanya, menyudahi perjalanan yang telah kita tempuh bersama namun pada akhirnya Semesta tak berpihak pada kita. Pada akhirnya kita berjalan masing-masing, seperti orang asing, lalu saling memunggungi satu sama lain. Saat ini, aku sedang memutar video yang kau kirimkan padaku melalui aplikasi chatting— whatsapp, 5 tahun yang lalu. Video itu

Biarkan aku pergi

Gambar
“Ada saatnya dimana seseorang berhenti mempertahankan dan berhenti berjuang, bukan karena hilang rasa sayang, melainkan sudah terlalu lelah, dan kemudian, menyerah. ”  Dari seorang perempuan yang berusaha tangguh meskipun hatinya teramat rapuh.  *** Kata orang jatuh cinta itu indah, namun bagiku tidak.  Kau berani jatuh cinta, itu artinya kau juga harus berani terluka. Jatuh cinta itu rumit, dan― sakit, ketika orang yang kau cintai, teramat kau cintai, mengabaikanmu. Ia menghilang, kemudian datang. Seperti itu terus, seperti roda yang berputar, tak berujung.  Malam ini aku ingin menuliskan segala macam rasa yang berkecamuk dalam dada. Sungguh, ketika jari-jemariku kugerakkan untuk menulis ini, hatiku teramat sakit. Ketika kamu membaca ini, kamu harus tahu, bahwa sebelum bertemu denganmu, aku berusaha sekuat tenaga menyembuhkan luka yang pernah ditorehkan oleh lelaki sebelummu. Butuh waktu yang tak sebentar untuk melenyapkan segala tentangnya,

Aku pamit

Gambar
Aku sudah berada pada titik yang kusebut, kecewa. Kini, saat ini, aku sudah terlalu lelah pada keadaan ini, pada keadaan yang membuatku terbelenggu pada ikatan yang semakin lama kurasa semakin menyakiti. Aku ingin melepaskan, seutuhnya. Aku ingin pergi darimu, selamanya. Aku pamit. Aku pergi bukan berarti sudah tak lagi mencintaimu. Ketahuilah, aku teramat mencintaimu, aku sungguh mengharapkanmu, berharap bahwa kamulah yang terakhir dalam hidupku, seperti yang pernah kau utarakan kala itu; kamu ingin membawaku ke mahligai pernikahan. Aku menginginkan kamu yang dulu, seseorang yang begitu gencarnya mengejar dan memperjuangkanku hingga aku  berkata -iya- setelah kamu memintaku untuk menjadi kekasihmu. Namun kini? tidakkah kamu ingat berapa kali kamu mengirimiku pesan dalam sehari ketika dulu kamu masih berusaha mendapatkan hatiku? Tidakkah kamu ingat pernah memperlakukanku bak seorang putri? --begitu manis, dan romantis-- Namun sayangnya, semua hal manis yang pern

Jangan mundur lagi

Gambar
Tiga bulan setelah berakhirnya kisah kita. Kamu menyapaku terlebih dahulu, mengajak bertemu. Seketika itu, kamu meruntuhkan segala perjuanganku untuk melupakanmu, sekuat tenaga aku berusaha bangkit dari keterpurukan yang di sebabkan oleh ketidak-hadiranmu lagi di hari-hariku. Kamu mengutarakan ingin mundur, tanpa peduli hatiku yang begitu hancur. Saat itu, setelah kamu berkata ingin mengakhiri segalanya, setelah aku menyadari kamu telah pergi, aku merasa kekosongan yang teramat menyiksa. Kamu yang dulu begitu perhatian, namun kemudian memilih untuk tak lagi bertahan. Kamu yang dulu berkata tak ingin meninggalkan, namun seiring berjalannya waktu mulai menjauh perlahan. Aku sedang berada di puncak mencintaimu, namun dengan gampangnya kau melepaskan genggamanku. Aku ingin kau tetap berada di sisi, namun nyatanya memilih untuk pergi. Dan, selama tiga bulan itu, aku berjuang memusnahkan bayangmu dari isi kepalaku, berkali-kali aku berkata pada diriku sendiri; aku tak ingin lagi me