Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Masihkah ada aku di hidupmu?

Gambar
--Aku ingin kamu selalu ada di hidupku-- Begitulah bunyi kalimat yang pernah kamu utarakan padaku. Ingatanku masih belum luntur, segala hal yang pernah kamu lakukan masih abadi di memoriku meski ribuan detik telah berlalu. *** Hari ini, detik ini, ketika menulis ini, seisi otakku benar-benar di penuhi tentangmu. Bahkan, jari-jemariku rasanya tak sanggup menuliskan segala rasa yang berkecamuk dalam dada mengenaimu. Semua pesan singkat yang pernah kamu kirimkan padaku masih tersimpan rapi di ponselku. Dan, aku kembali membacanya. Membaca semua pesan manis yang pernah kau berikan, yang kini begitu kurindukan. Kini, aku seperti terjebak dalam sebuah kotak labirin. Aku dihadapkan pada situasi sulit yang sesungguhnya tak pernah kuingini. Kita memang masih bersama, namun kurasa hadirmu tak lagi ada. Kita memang masih menjadi sepasang kekasih, namun kurasa sosokku kini tersisih. Kadang, aku berpikir lebih baik kita tak ada status -berpacaran- jika kemudian yang terjadi adalah kit

Delapan belas hari setelah perkenalan kita

Gambar
Aku kembali mengingat pertemuan pertama kita kala itu, pertemuan konyol yang sama sekali tak pernah terlintas dalam benakku. Berjumpa denganmu, menatap sorot matamu, dan aku yang sesekali tersenyum malu-malu saat matamu mengamati setiap tingkahku. Rasanya, aku ingin mengulang hari itu lagi, hari dimana aku tersenyum seorang diri setibanya di rumah. Ya, aku seperti orang gila saat itu. Kamu tahu apa yang kulakukan selepas berpamitan pulang denganmu? Aku meraih cermin, menatap wajahku lekat-lekat, dan bertanya pada diriku sendiri; Mungkinkah aku telah jatuh hati padamu? Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh hati, sulit bagiku untuk menemukan lelaki yang benar-benar kuingini. Aku pernah berkata padamu, setelah berakhirnya kisah percintaanku berbulan-bulan silam, aku sempat merasa jera, di tinggal begitu saja tanpa alasan yang benar-benar kupahami membuatku merasa enggan berhubungan dengan laki-laki manapun. Namun, kamu berbeda. Aku merasakan kehadiranmu berbeda dari beberapa lelak

Usai

Gambar
Usai. Ini bukan tulisan perihal merindu tentangmu, tentang kita, atau tentang apapun yang pernah terukir di antara kita. Waktu merangkak begitu cepat, secepat kamu menyatakan cinta padahal baru sebentar kamu menyapa, lalu dengan cepatnya pula kamu ciptakan perpisahan disaat hatiku benar-benar sudah jatuh terlalu dalam. Masihkah kau mengingatnya? Rasanya, aku sungguh bodoh jika selalu menangisi kepergianmu, memikirkan tentang segala hal yang kurasa cuma-cuma belaka. Kamu telah pergi, dan ku rasa rangkaian cerita bersamamu yang terbenam di benakku pun harus pergi. Ketahuilah, petang ini aku menulis surat untuk yang terakhir kalinya untukmu. Tak ada lagi kamu, tak ada lagi kita. Semuanya telah usai. Usai. Setelah kita tak bersama, jujur kuakui aku masih menaruh harap dapat menikmati renyah suaramu seperti dulu lagi. Masih berharap kamu menghampiriku dan mengatakan bahwa kalimat -putus- yang kau utarakan di pesan singkat itu hanyalah sekedar canda semata. Hari-hari selepas

Seratus lima puluh hari tanpa kamu

Gambar
Hai, melalui tulisan singkatku ini bolehkah aku bertanya? Bagaimana kabarmu di sana? Bahagiakah kamu setelah seratus lima puluh hari yang lalu kamu memutuskan untuk mengakhiri segalanya padahal hubungan kita sedang baik-baik saja?  Bahagiakah kamu setelah seratus lima puluh hari yang lalu mengucap kata pisah seolah tanpa rasa bersalah? Sudah puaskah kamu meninggalkan seseorang yang paling mencintaimu, tanpa memberi dia kesempatan untuk bertanya dan berbicara? Sudah puaskah kamu hanya menjadikanku sebagai tempat persinggahanmu sesaat, datang sekelebat lalu pergi seenak jidat? Senangkah kamu menjalani hari demi hari tanpa kehadiranku lagi di hidupmu? Kalau memang jawabannya iya, betapa bahagianya hidupmu sekarang. Sedangkan di sini, saat ini, yang aku rasakan adalah kebalikan dari yang kamu rasakan. Ya, sepertinya memang hanyalah aku yang paling muram menghadapi perpisahan kita seratus lima puluh hari silam. Hingga sampai sekarang luka yang kurasakan tak jua redam. Masih teras